Cinta dalam Perspektif Reaksi Nuklir

Setelah sekian hari gabut (baca: ga ngelakuin apa2), aku memutuskan untuk membuka akun twitter. tujuannya satu, aku penasaran. 

Once upon a time, I had a terrible break up with my girlfriend. She break me up on bbm, as good as I recall, we had been on this relationship for almost 2 years. And then we fought, we shout, we jeopardize all in one time, on TWITTER. Wtf. But, today, I think it’s funny. So decided to find those mentions and reply, perhaps find some people’s retweets, maybe it’s funny to read and recall how stupid we are at 14 years old.

But today, I’m not going to tell this crap. Next time maybe.
I found something else. I spammed. Tweeted some story based my lonely hours continually.

***
22 Juni 2014
Cinta itu bagai reaksi nuklir.

Berantai.

Reaksi nuklir selalu dimulai ketika energi yang tidak cukup besar, cukup untuk membuat sesuatu bergerak menabrak atom.
Mari kita sebut saja sesuatu itu Neutron.

Neutron itu sangat kecil.
Massanya hanya 1.67 x 10-27 kg.
Karena sangat kecil, tentu dia hanya membawa energi yang kecil pula.
Neutron ini sebagaimana mestinya diarahkan menuju Uranium, 238U.

Sebuah unsur yang tercipta tidak stabil.
Ketika ia menabrak Uranium, Uranium akan meluruh dan menghasilkan unsur lain dan 2/3 Neutron baru.
Yang tentunya membawa energi lagi, tapi sekarang secara kuantitatif sudah terkumpul sebesar 2x/3x energi awal.
2 atau 3 Neutron ini bergerak secara acak ke segala arah.

Tak tahu malu.

Saat bergerak secara acak, 2-3 Neutron ini menabrak atom Uranium yang lain.
Menghasilkan untuk masing-masingnya 2 atau 3 Neutron baru.
Dengan masing-masingnya membawa lagi 2x/3x energi awal.

Tak tahu malu,

Semua disenggolnya.
Dalam kedipan mata, energi yang terbentuk atas peluruhan Uranium dan terbentuknya Neutron sudah tak terhitung lagi.

Sistem meledak.
Tidak terkontrol.

Mereka yang seperti ini adalah pujangga yang tak siap.
Tak sadar, tiba-tiba kalap.
Musnah sekejap.

Cinta yang diagung-agungkan, yang memompa adrenalin di setiap pipa darah meledak-ledak.

Tidak berhenti disitu,
Pujangga ini menghampiri yang lain.
Seketika meledaklah lagi hati-hati yang tidak siap.
Terbuai oleh sedikit adrenalin yang hanya dirasakan sedikit dan sesaat.

Lagi, hampiri, meledak. Ulang lagi, hampiri, meledak.

Sungguh siklus yang tak pernah usai.

Tapi tenang,
Ini tidak terjadi di semua reaksi nuklir,

Si Pintar menciptakan cara untuk mengontrol pergerakan Neutron,
Mengontrol pertumbuhan energi,
Membuat reaksi berantai ini aman.
Ia hitung, ia persiapkan segala sesuatu.
Tidak melewatkan satupun kesalahan.
Deuterium, kau bisa cek di internet, air berat yang si Pintar gunakan untuk menyerap energi yang bertumbuh berlebihan.
Lalu air ini dibuang.
Dia pertahankan suhunya, hanya untuk tidak membuat suhu reaksi terlalu panas atau terlalu dingin.
Lalu si Pintar mempersilahkan Neutron menabrak Uranium.

Tentu kali ini ini berbeda.

Si Pintar sudah memiliki persiapan,
Rencana-rencana matang.
Reaksi nuklir kali ini di kontrol.
Teramati.

Tiap waktunya bersemilah energi secukupnya yang dibutuhkan umat manusia.

Jangan khawatir, dengan izin Yang Maha Kuasa atas rencana-rencana si Pintar, kali ini tak akan ada lagi ledakan.

Tidak lagi seperti pujangga sebelumnya.

Itulah cinta sejati, bukan cinta yang senggol sana senggol sini.

Si Pintar adalah lelaki penuh rencana.

Dia tahu cintanya itu bisa saja tiba-tiba mengkukuhkan posisinya sebagai makhluk fana.

Hilang meledak.
Itu fitrah.

Tapi, ia tetap bisa mengendalikannya.
Karena ia tahu,

Cintanya bagai reaksi nuklir.
Bertumbuh dengan indah dalam damai.
Hancur dalam ketergesaan.

(dikutip dari tweet @alfinorahel dengan sedikit pengubahan)

***

          Lucunya satu tahun lalu ketika aku menulis ini yang kutahu aku tidak pernah senggol sana senggol sini lagi. Letih. Entahlah, aku sepertinya mulai bertransformasi seperti pujangga pertama. Sangat jelas tahu akan meledak, tetap saja bodoh bertindak.
          Andai saja aku kuat seperti si Pintar. 
          

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagiku, kau adalah sebuah kemewahan

Untitled

Aku bertanya pada kopi