5 menit

5 menit
15 menit
30 menit
1 jam
Apakah kau benci menunggu?

***
               
                Aku iya.

                Aku benci menunggu. Biasanya aku tak akan membiarkan orang menungguku, aku datang berberapa saat sebelum waktu yang disepakati. Setidaknya tidak apa aku menghabiskan waktu 3-10 menit asal aku tidak berada dalam kondisi menunggu orang lain. Karena akan terjadi hal buruk padaku. Tidak benar-benar buruk sih. Tidak pula secara harfiah kau artikan, tapi secara bathin. Aku benci sekali.

                Aku buruk sekali dalam menghayal. Saat remaja sekolahku cukup jauh dari rumah dan dengan keadaan ekonomi yang tidak begitu bagus, alhasil aku biasanya diantar dan dijemput saat sekolah. Ibuku yang melakukannya, dua kali sehari, 12 kali seminggu. Dengan motor kredit, Ibuku bagai pembalap kelas kakap, menyalip sana menyalip sini motor-motor dan mobil-mobil mengkilat untuk menjemputku.

                Kenapa harus seperti itu?
                Dengan kondisi ekonomi yang bisa dibilang tidak bagus, Ibu juga terjun menjadi salah satu penopang ekonomi keluarga. Ibuku sibuk. Aku terlalu kecil untuk mengerti apa hal yang menyibukkannya.

                Tentu saja dia menjadi sering terlambat menjemputku.

                Berulang kali.

                Dari sini bermula kebencianku. Aku yang berumur 13 tahun sangat benci dengan keterlambatan Ibu dalam menjemput. Keterlambatan itu bagai kompor, menyulut kemampuanku dalam menghayal. Sudah kubilang bukan? Aku buruk sekali dalam menghayal.

                Di dalam kepalaku hayalan ini bertumbuh menjadi buruk sekali.

    Kau tahu apa?

    Di belokan perempatan itu aku membayangkan tak akan pernah ada wanita semi gendut dengan mata coklat yang akan berbelok dengan motor merahnya.

    Tetesan mata ku malah mulai mengalir saat aku berpikir entah di aspal jalan yang mana motor merah itu berguling. Lalu adegan menjadi ceceran darah, luka dan teriakan pengemudi ataulah pejalan kaki. Menjadikan kejadian tersebut salah satu ingatan buruk yang tak akan pernah bisa mereka lupakan.

    Ibu dengan rambut bergelombangnya sempurna sudah membuat dua kali sehari dan 12 kali semingguku penuh dengan gelombang kecemasan.

    Makanya karena ibuku, aku benci sekali menunggu.

    Apakah dia akan benar-benar muncul dari belokan itu?

    Yang kutahu Ibu selalu ketawa ketika aku merengek dan penuh pertanyaan kenapa terlambat ketika sempurnanya dia sudah menepi di seberang sekolah, disaat aku duduk manis meningkatkan kemampuan menghayalku. Hanya saja sampai hari ini aku tidak yakin dia tahu apa tidak. Oi, lucu saja  lelaki menangis karena terlambat menangis. Bagaimanapun aku tidak bisa menjelaskan bahwa aku menghayalkan sesuatu yang buruk bukan? Bisa dimarahi aku nanti oleh Ibu.

    Aku takut orang-orang yang aku sayang tidak segera muncul dari balik belokan.

   Es kelapa muda si “Jack penjual kelapa” pun tak akan menjadi nikmat ketika aku cemas-cemas menunggu

    Tidak selama dia tidak muncul dari belokan.

    Tidak. 

    Itu sudah terjadi sekitar 6 tahun yang lalu. Sekarang  aku mulai bisa mengatasinya.

   Aku tak lagi cemas. Tak lagi takut. Malah aku cemas tak bisa lagi menunggu Ibu. Ibu sudah tidak bisa lagi muncul dari balik belokan. Selama apapun aku menunggu, jika dia akan muncul dari belokan itu, aku akan menunggunya dengan penuh semangat. Tak ada lagi khayalan jelek. Tapi tidak. Dia tak akan pernah muncul. Sama sekali tidak akan pernah muncul lagi.

  Sekarang, walau hanya untuk 5 menit, aku rindu menunggu.

  Teramat sangat.

***


 Selamat ulang tahun Ibu. Semoga engkau mendengarnya dari peristirahatanmu yang nyaman dan menyenangkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagiku, kau adalah sebuah kemewahan

Untitled

Aku bertanya pada kopi