Bagaimana Bisa Harapan akan Ketahanan Energi Bermata Dua?


S
ebagaimana kita tahu minyak dan gas (migas) merupakan energi yang tidak sustainable. Artinya suatu saat nanti, akan datang masa dimana cadangan migas akan habis dan satu-satunya jalan yang paling mungkin menggantikan kekosongan ini adalah bioenergi.
Bioenergi sendiri adalah energi yang didapatkan dari konversi biomass, seperti kelapa sawit, sekam padi dan sebagainya. Untuk menciptakan supply bahan tak terbatas, dunia membutuhkan lahan yang sangat luas dalam penanaman biomass siap olah yang tak terbatas. Inilah yang di lakukan perusahaan-perusahaan agribisnis, membuka lahan. Salah dua perusahaan agribisnis yang cukup besar namanya adalah Wilmar Group dan Sinar Mas Group. Dua perusahaan besar ini mempunyai lahan bioenergi yang sangat luas, banyak dan tersebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Harapan Indonesia sendiri terhadap perusahaan agribisnis seperti ini adalah seperti yang telah saya sebutkan diatas adalah memastikan dalam periode waktu ke depan yang belum bisa ditentukan, Indonesia bisa merealisasikan ketahanan energi. Tapi ternyata, harapan kita bermata dua.
Asap, itulah yang “diberikan” dua perusahaan besar ini. Tentu masih segar di kepala kita terhadap bencana asap yang melanda saudara-saudara kita di Sumatera dan Kalimanatan, karena jelas, sampai sekarang bencana itu masih saja terus terjadi. Tentu kita selalu bertanya-tanya, “apa sih penyebabnya?”
Sumbangan titik api. Ini yang menyebabkan bencana asap terjadi. Fakta dari LSM Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) membuktikan bahwa konsesi dua perusahaan ini berkontribusi paling besar sehingga terjadinya bencana asap pada periode Januari – September 2015.


                Grafik diatas merepresentasikan segawat apa duo perusahaan besar ini menyumbang titik api dan bencana asap di Sumatera dan Kalimantan. “sebenarnya apasih yang ada dipikiran teman-teman sebangsa kita di Sinar Mas dan Wilmar?”
Simpelnya seperti ini, sebut saja Biomass yang kita bicarakan adalah Kelapa Sawit. Teknologi kita belum mumpuni. Konsesi yang dilakukan duo group besar ini tak lain tak bukan adalah cara mereka dalam meningkatkan laba. Sebagaimana kita tahu, dunia berkembang dan permintaan terus meningkat. Dunia sudah tidak lagi meminta kelapa sawit mentah tapi sudah beragam macam produk olahan lebih lanjut yang diminta. Indonesia belum memiliki banyak teknologi yang dapat mengolah kelapa sawit ini menjadi berbagai macam olahan lebih lanjut (sebenarnya sudah ada tapi belum banyak diimplementasikan dan didukung pemerintah) sehingga Indonesia sebagai salah satu penghasil kelapa sawit terbanyak di dunia hanya diminta untuk menghasilkan lebih banyak biomass siap olah. Di situlah kita salah langkah.
Kelapa sawit ini, dalam bentuk mentahnya (dan berberapa jenis olahan tertentu yang tidak terlalu kompleks) di ekspor gila-gilaan keluar tanpa adanya olahan lebih lanjut untuk menaikkan nila barang. Tentu ekspor gila-gilaan akan membutuhkan pembukaan lahan penanaman kelapa sawit yang gila-gilaan pula, bukan? Sedangkan pembukaan lahan ini membutuhkan waktu yang banyak dan cost yang tidak bisa dibilang kecil. Berberapa pihak percaya bahwa pembukaan lahan oleh duo grup ini adalah karena memang sengaja dibuka dengan cara dibakar. Info mengejutkan adalah ternyata daerah dengan titik api yang begitu banyak ini adalah daerah gambut yang apabila dibakar akan mengemisikan gas CO2 yang terperangkap di bawah area gambut sehingga akan memunculkan asap yang relatif lebih banyak dari semestinya.
Inilah penyebab fundamental dari bencana asap yang menimpa saudara-saudara kita. Meskipun begitu, dibalik penyebab ini juga selayaknya kita tidak menggeneralisasi bahwa penyebab satu-satunya dari bencana asap adalah konsesi duo grup besar ini beserta antek-anteknya. Tidak, tentunya ada hal lain seperti El Nino. Tapi jelas data menunjukkan bahwa hampir keseluruhan titik api penyebab terjadinya emisi asap berlebihan ini ada di daerah konsesi mereka.
Bagaimanapun, walau untuk saat ini jelas memang duo grup ini biang keladi keresahan masyarakat Sumatera dan Kalimantan berberapa minggu belakangan ini, kita juga tak boleh menutup mata bahwa merekalah perusahaan agribisnis yang sangat besar, yang diharapkan menjadi motor majunya teknologi bioenergi  sebagai realisasi ketahanan energi di Indonesia. Untuk kedepannya penulis berharap pemerintah lebih tegas, sigap dan cermat mengawasi segala jenis kegiatan pihak swasta seperti dua perusahaan ini yang mengancam kehidupan manusia banyak di Indonesia dan semoga bencana asap di Sumatera dan Kalimantan segera teratasi.













Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagiku, kau adalah sebuah kemewahan

Untitled

Aku bertanya pada kopi